Mapping episode 2 – Diikuti Makhluk Halus ?
- Nazla Syafitri
- Oct 9, 2018
- 6 min read

Kejadian ini pas masih pagi hari kira – kira jam 10-an lebih sebelum menuju titik stasiun terakhir (lokasi singkapan) sebelum istirahat makan siang. Hari ini kegiatan PGL difokuskan di lapangan aku sebelum ke lapangan Anugrah dan Novriza (karena biar cewek duluan katanya). Dan disini ada anggota team bantuan yaitu Fajar sebagai orang bantuan dadakan yang aku minta bantuannya pas abis KKN. Karena dia juga udah selesai mapping dan gak akan balik ke lapangan lagi, secara mutlak dia nerima permintaanku. Hahahaha (bukan karena gabut kan jar haha). Karena team terdiri dari 2 cewek dan 2 cowok jadi pas banget buat split 2 sub-team. Tapi, hari ini sangat kebetulan target kerjanya tetap gabung karena udah di split sehari sebelumnya. And we’re ready, dude!
Setelah mengunjungi beberapa singkapan sebelumnya dari jam 7 pagi (termasuk team paling on time ), sampailah kita di titik stasiun yang aku point sebagai stasiun NS-4. Matahari yang udah mulai hampir tepat diatas kepala dan jalanan yang sangat menantang penuh bebatuan, menambah kehabisan energi kami untuk sampai di stasiun ini. Fyi, jalanan bebatuan ini sekarang sedang dalam proses pembangunan untuk menjadi akses jalan Jakarta – Brebes. Dan syukurnya aku masih merasakan jalanan luar biasa ini haha. Ok back to the rhythm.
Daaaan, wooow!! Bagus banget pemandangannya. Disekeliling sungainya banyak pohon pinus yang masih asri banget dan banyak rerumputan. Sungainya termasuk sungai kecil dan banyak bebatuan (bisa digolongkan sungai intermiten). Tapi, saking masih hutannya, cukup menarik buat turun ke sungai yang jaraknya lebih kurang 30 meter dan tingginya 10 meteran.
“ Naz, kita cape’ nih. Kalian berdua aja ya yang turun ke bawah. Kan fajar anak pecinta alam tuh berani lah kebawah.” Ujar Anugrah. Whaaaaat!! Kita berdua doang? Please ini ga lucu. Ya tapi mereka juga kecapean karena jalanan nanjak dan bebatuan tadi sampai - sampai aku harus turun dulu dari motor buat dorongin. Hemm… okelah daripada nanti balik mereka ngambek dan ga kuat bawa motor, akhirnya aku ngalah.
“ Iya naz, kalian berdua aja. Nanti kita liatin dari atas. Pegel euy bawa motor tadi.” Timpal Si Nono (panggilan aneh dari kami buat Novriza). Apalagi Novriza bawa motornya td keliatan kewalahan banget sampai – sampai mau jatuh. Setelah berdebat sedikit, akhirnya Aku dan Fajar betul – betul mengiyakan permintaan mereka dan kita turun berdua. Ok let’s go!
Selama perjalanan ke sungai, kami harus menuruni lereng yang ga terlalu curam tapi banyak vegetasi. Cuman keliatan kalo disekitar sini udah sering dilewatin warga buat beraktivitas. Jadi jalur buat dilewatin bisa diikutin. But, what!! Apa ini?? Kulit Ular?? Yaampun, kulitnya gede banget. Fix. Ini pasti ada pemiliknya disekitar sini. Dan aku langsung takut banget sedangkan fajar masih terus jalan biar cepat sampai ke sungai. Selama di jalan, aku cuman meringis ketakutan, ngeliatin kanan kiri takut ada si snakey, tapi kebanyakan ketutupan rimbunan rumput. Yaudah deh aku cuman bisa berdoa aja. Eh eh tapi si fajar makin cepat jalannya dan akhirnya sampailah kami di sungainya.
Seperti biasa, sampai di singkapan kita lihat – lihat dulu sekeliling batuan mana yang pas untuk di deskripsi dan bagaimana kondisi singkapannya. Dan you must see, Ada gundukan serpihan batulempung yang sampai sekarang aku gatau itu emang batulempung segede itu dan lapuk searah serpihannya atau hasil erosi dari tempat lain? Wallahu’alam. Dan kita point ke batulempung di dasar sungai yang jauh lebih mudah di analisis.
“Buruan Naz kamu berdiri disana. Sini minta hp kamu biar aku fotoin.” Tukas Fajar yang tiba – tiba minta buru – buru nyelesaiin singkapan ini. Aneh nih orang. Harusnya mah kalo disingkapan deksripsi dulu tapi ini kok pingin cepat – cepat weh lah.
“Lah, gak di deskripsi dulu jar? Liat dulu mana tau ada struktur atau apa di sekitar sini?” balasku.
“Ga usah Naz. Idem idem aja. Udah kamu berdiri di situ biar aku foto.” Jelasnya tanpa ampun. Ku jujur agak kesal sebenarnya tapi melihat langit udah makin siang ada betulnya juga si Fajar. Akhirnya aku ambil sampel aja dan kita hanya menghabiskan waktu lebih kurang 5 menit di singkapan ini. Yap, deskripsi singkapan tercepat. Nilai azimuth pake feeling dan nilai strike/dip ala – ala udah pro. Dan sekejap fajar langsung naik ke atas dan aku ikuti.
Sesampainya di tempat parkir motor, dua cowok ini seolah udah mengisi energi untuk pulang dan tanpa basa – basi lagi kita langsung caw. Tanpa ada rasa kesal berlebihan, ada baiknya pulang dulu menurutku untuk perbaiki mood. Semuanya diam dan tanpa banyak respon. Ini pertanda kalau semua anggota team sudah cape’ dan butuh recharge energi. Oke kita jalan menuju basecamp.
Tak ada perasaan aneh atau mencurigakan selama perjalanan pulang selain wajah lelah dan keluhan anak cowok akibat jalanan yang kurang bersahabat. Wajar sih soalnya mereka berdua yang ngendarai motor jadi kebayang juga capenya kayak apa. Kalau begini, ada baiknya kita sebagai penumpang hanya boleh merespon dua hal : diam atau menyemangati tanpa keluhan. That’s it. Aturan main lapangan. Dalam hati juga berdoa semoga dia ga nyesal nemanin aku ke lapangan haha.
Perjalanan kita iring – iringan. Aku bareng Anug sedangkan Fajar bareng Nono. Tiba di sebuah turunan dengan jalan bebatuan, perlahan – lahan kita mencari sela jalan yang bisa dilewati dengan aman. Aku sama Anug berada di depan sedangkan Fajar – Nono di belakang dengan jarak kurang lebih 3 meter. Aku akui Anug emang jago bawa motor dengan kondisi begini. Karena dari ceritanya, di daerah rumahnya kondisi jalanan sering dia lalui begini dan udah kesehariannya. Sedangkan Nono kebalikannya. Baginya ini seperti jalanan “neraka”.
Dan, eh, eh, eh,.. kok mereka oleng dan Gubraaaak!!! Mereka jatuh ke arah kiri jalan yang mengarah ke jurang. Anug yang udah melewati jalan jelek itu melaju dengan cepat dan aku berusaha memastikan mereka tidak ada apa – apa kecuali mereka benar – benar jatuh. Jarak kita yang udah jauh banget akhirnya aku coba kasih tau Anug kalau mereka jatuh dekat belokan. Dengan tenang, Anug berhenti dan nyuruh aku turun di jalan (jujur ini jalanannya sepi di tebing bukit tapi mau apa dikata). Dengan kecepatan tinggi, Anug pergi menuju mereka. Ya Allah, sepi amat yak. Orang yang lewat hanya satu persatu. Tapi, aku lebih mengkhawatirkan mereka berdua. Setelah menunggu kira – kira 5 menitan, akhirnya mereka bertiga datang dan benar aja mereka berdua jatuh sampai – sampai lutut fajar sakit banget ga bisa di tekuk. Menurutnya, kakinya menghantam batu kerikil jadi sakit deh. Disini kakinya belum keliatan memar sampai keesokan harinya. Celana Fajar robek sedikit yang menandakan hantamannya lumayan keras. Sedangkan motor pinjaman nono, bagian kaca spionnya patah dan lecet sedikit di beberapa bagian. Hemm… kita langsung tukar posisi dan aku bareng Nono untuk memastikan pulang dengan aman. No more to say, kita cus pulang.
Aku ga kebayang kenapa ini terjadi. Padahal tadinya semua ok ok aja. Sampai Fajar cerita tentang apa yang dia rasakan selama di titik stasiun NS-4 tadi.
“Iya Naz. Aku tuh selama di singkapan itu ngerasa ga nyaman aja. Gatau kenapa. Kayak beda gitu hawanya. Makanya aku buru – buru nyuruh kamu nyelesaiin deskripsinya. Eh taunya, aku kena beginian pas balik. Haha” jelasnya sambil menghibur diri. What??? Kok aku ga ngerasa ya, dalam batinku. Tapi syukurlah aku ga punya feeling begitu. Setelah dia jelasin itu, akhirnya aku merasa bersalah weh udah kesel ga jelas tadinya. Tapi aku mikirnya, apa dia diikuti ??? Wallahu’alam. Aku cuman diam aja dan bersyukur semuanya masih di bawah kendali terutama jatuhnya tadi masih ditolong Allah. Kalau sempat lebih jauh lagi ke depan, wassalam. Keesokan harinya, Fajar ngeliatin bekas jatuhnya dan benar memarnya keliatan banget. Duh kasian. Tapi, yang aku bisa lakuin cuman kasih obat luka dan minyak urut dari ibu rumah. Dan semoga ini gada apa – apa lagi setelahnya.

Up : undescribable outcrop. Thanks to Anug's camera phone and its wonderful pixel. Hahaha
Ada sedikit pesan buat teman – teman yang ingin berkegiatan di lapangan. Dan jangan pernah di sepelekan: - Selalu bersikap sopan santun dengan alam terutama penghuni alam. Mereka memang tidak terlihat tetapi mereka benar adanya. Mereka selalu mengawasi dan melindungi daerah kekuasannya sebaik mungkin, Jadi, kamu sebagai pendatang baru atau tamu di wilayah mereka harus bersikap sebaik mungkin. Salah satu caranya adalah mengucapkan salam atau permisi dan ucapkan alasan bertamu di daerahnya. Beneran. Ini nyata no tipu – tipu. - Jaga omongan. Kebiasaan mahasiswa tuh kalo ngomong suka ada imbuhan “anj***” dan please kamu disini jangan coba – coba bilang begitu. Atau kamu berarti menantang mereka. - Jangan meludah dan buang sampah sembarangan. - Permisi saat ambil sampel. Karena sampel itu bakal kamu simpan di kosan atau rumah. Jadi ada baiknya izin dulu.
Sejak hari itu, menurut kita, ada baiknya menjaga adab terhadap alam. Mereka akan menghormati kita kalau kita bisa menghormati mereka. Dan jujur kejadian seperti ini banyak terjadi pada teknisi yang berkegiatan di lapangan. Aku sering dengar cerita aneh begini misalnya dari senior atau teman lainnya. Dan untuk memar Fajars mulai hilang selama sebulan meskipun sakitnya masih terasa beberapa minggu katanya.
That’s it.
Semoga pengalamanku dan team bisa bermanfaat untuk yang lainnya. Ambil positifnya dan jauhi negatifnya. Dan berharap bisa memacu teman – teman lainnya buat share pengalaman lapangannya. Salam geologi. Fyi, strike/ dip itu adalah nilai pengukuran terhadap kedudukan batuan. Strike berkaitan arah penyebaran batuan terhadap arah utara kompas sedangkan dip merupakan kemiringan lapisan batuan terhadap strike.
Comments