top of page

Inspired by believing

  • Nazla S R
  • Dec 2, 2019
  • 2 min read

Menjelang shalat magrib, tiba tersadar akan sebuah nasihat yang sangat kuat melekat dalam benak. Memang belum lama jadi wajar kalau masih terngiang di ingatan. Isi nasihatnya panjang dan sangat bermakna. Belum pernah ku temui seseorang selain kedua orangtuaku, nenekku, dan bouku menasihati sedalam dan semenyentuh ini.

Hal yang jauh lebih tak masuk akal adalah kita belum pernah berjumpa sebelumnya. Hanya berawal dari perbincangan di dunia maya dan sampai pada satu titik aku benar - benar merasa terpukul dan bisa menangis sekaligus bersyukur ada juga orang sebaik beliau. Jujur hingga saat ini aku belum pernah bertemu, ntah mungkin tak akan pernah. Tetapi, masih ada harapan melekat semoga Allah panjangkan umurku dan diberi kesempatan bertemu dengannya di waktu dan tempat yang baik. Amiin.

Anehnya, aku begitu percaya dengan ucapan dan nasihatnya. Tetapi, bagaimana tidak, semua nasihatnya memang sangat ku butuhkan saat itu dan seolah beliau tau permasalahan yang sedang kuhadapi. Berjumpa saja belum pernah. Hanya bermodal "kepercayaan", aku luluh dan tak mampu mengelak. Jangan bilang aku mudah percaya. Aku juga butuh validasi. Validasi terbaik adalah nasihatnya sesuai dengan ajaran agama yang ku yakini. Bukan masalah logis atau tidak. Tetapi, dogmatisasi yang membawa ke pemahaman yakin atau tidak. Dan, ucapannya itu sesuai dan benar secara syariat. Tak mungkin dibantah jikalau aku pun memahami hal yang sama. Namun, kita berbeda.

Keyakinan yang sama dengan kualitas berbeda. Kenapa begitu? lagi - lagi karena "aku percaya". Itulah modalku dari percakapan maya ini. Pengalaman dan keyakinannya mengilhami syariat islam dalam kehidupan membuatku terpukau betapa mengagumkan kepribadian seseorang jika dia mengaplikasikan ilmu agama dalam kehidupan.

Ah, sudahlah. Terlalu panjang jika harus menceritakan dirinya. Namanya Eko Febrianto, sesuai dengan kepercayaan pada identitas mayanya. Seorang TNI AD, darah medan - palembang, ditempatkan di Medan untuk sementara dan akan berpindah ke Papua.

Inilah nasihatnya padaku yang masih ku ingat:

"Jangan lupa shalat tepat waktu terutama subuh dan ashar karena dua waktu shalat ini banyak orang lalai. Lihat aja hadits tentang dua waktu ini. Lebih baik kalau subuh tepat waktu dan bangun lebih awal supaya tahajud dulu. Aku dulu tahajud bisa delapan rakaat, tapi sekarang karena waktunya sempit di lapangan jadi kuusahakan dua rakaat. Ingat kau dek.

"Kau itu anak rantau. kau jaga diri kau baik - baik disana. Kau perempuan. kalau kau sendiri ga bisa menjaga diri kau disana, udahlah hancur nanti kau."

"Jadi anak rantau itu jangan mudah mengeluh. Kalau kau sulit disana, tahankan aja sendiri. Jangan pernah kau ceritakan kesulitan dan kesedihan kau ke orang tua kau. Itu sama aja kau bikin mereka sedih. Tahankan aja sendiri. Berdoa kau bIar Allah kasih jalan keluarnya. Insya Allah dimudahkan jalan kau."

"Kalau kau mulai malas belajar atau ngapa-ngapain, coba kau ingat perjuangan ayah mamak kau. Perjuangan kita belum ada apa - apanya dibanding orang itu. Jadi, jangan kau buat susah orang itu."

Itulah sedikit nasihatnya yang masih terekam dengan baik. Sampai saat ini semuanya masih dalam proses naik turun. Benar ternyata istiqamah itu sangat berat. Berat jika niat dipasang bukan karena Allah Subhana wa Ta'ala. Perubahan adalah hasilnya. Perubahan positif yang diharapkan membawa barakah dan dapat menjadi kebiasaan dari dalam diri.

Demikian tulisan hari ini semoga memberikan manfaat untuk pembaca setia.

Barakallah.


 
 
 

Recent Posts

See All
TWK - PRAKEMERDEKAAN

1. (KERAJAAN) a. Majapahit – K. Agraris (Negara nasional ke-2 Indonesia) - Dipimpin oleh Hayam Wuruk - ...

 
 
 

Comments


©2018 by RANGKUTINazla. Proudly created with Wix.com

bottom of page